Senyum Getir Palestina Untuk Dunia

karya: Shalahuddin Umar

Di atas penyembahan modernitas dan pengagungan idealisme liberal

Di atas sendawa kenyang dan tawa riang anak-anak dunia

Di atas kemesraan bangsa Arab dan Amerika di meja-meja makan malam

Di atas cumbu manja Simon Peres dan pemimpin-pemimpin Eropa

Di atas kebisuan Indonesia dan negara-negara berlabel syari’at Islam

Di atas idiotisitas Perserikatan Bangsa Bangsa dan autisitas Organisasi Islam Dunia

Palestina berdiri sendiri dalam tangis dan cucuran air mata

Terpekur dalam simbahan darah dan tusukan peluru…

 

Disaat dentuman peluru laknat jagal-jagal cast leads masih terdengar hafal ditelinga

Dunia masih belum juga menemukan nurani kemanusiaannya.

Label pemuja hak asasi manusia hanyalah semboyan kosong yang ada dikantong-kantong anak cucu Amerika dan kroni-kroninya.

 

Dan Palestina pun sendiri

Berdiri tegak diantara kemahatololan badut-badut pemuja ketiak zionis

Dan Palestina pun berdiri

Melululantakkan kehamasombongan putra-putri kera yang lahir dari rahim kerakusan dan disusui asi kezaliman

 

“Biarlah kami sendiri,” Kata generasi Shalahuddin Al Ayyubi itu.

“Cukuplah batu-batu intifadah ini yang menjadi teman setia kami membebaskan Al Aqsa”

“Karena harga diri kami terlalu mahal jika dibayar dengan air mata”

“Karena senyuman kami tak semurah tegukan coca cola atau kekhusukkan kalian dalam berfacebook ria”

 

Palestina,

Bahkan Indonesia yang baik hati pun sedikit hilang ingatan atas kebaikan putramu

Bukankah dulu Muhammad Amin Al Hussein yang lantang mengucap selamat pertama atas kemerdekaan negeri ini?

Bukankah karena dia pula akhirnya gelombang dukungan bangsa bangsa dunia membanjiri kemerdekaan negeri ini?

Atau rasa-rasanya bahkan rakyat negeri ini pun sudah tak berselera mengingat keikhlasan uang lima juta warga Gaza atas gempa mengguncang bumi Yogya.

 

Oh Palestina…

Di saat kami begitu lelap melewati sepertiga malam,

di sana kau tengah bercanda dengan kebiadaban badut-badut penghisap darah

Disaat kami begitu lahap menikmati hidangan sarapan pagi,

disana kau masih harus tiarap untuk melanjutkan hari-hari

 

Kami yakin tidak banyak yang kau minta,

Karena kau terlalu gagah untuk menjadi pengemis atas kemerdekaanmu.

Kami pun yakin tidak banyak yang kau harap,

Karena kau terlalu mulia untuk meninakbobokan keimanan hanya demi urusan perut.

 

Maafkan kami…

Maafkan kami yang hanya bisa membantumu lewat air mata

Maafkan kami yang hanya bisa menolongmu dengan sisa uang yang ada di saku celana

Maafkan kami yang hanya bisa mengingatmu saat ada kajian dan unjuk rasa

Maafkan kami yang sering melewatkan namamu dalam setiap bait doa-doa

 

Allahummantsur Ikhwana Mujahiddina fi Filistin…

Allahummantsur Ikhwana Mujahiddina fi Filistin…

Allahummantsur Ikhwana Mujahiddina fi Filistin…

 

*Puisi ini pernah  dibacakan saat aksi solidaritas untuk Palestina FSLDIK UGM 2010 a.n Forum Lingkar Pena